Oleh: Rahmat Hidayat Nasution
Beberapa minggu belakangan ini, seluruh pelajar di Indonesia disibukkan dengan persiapan ujian. Ada yang bersiap-siap menghadapi UN dan ada pula yang tengah bersiap-siap untuk mengikuti tes masuk perguruan tinggi, baik SPMB/SNMPTN maupun tes masuk pascasarjana. Persiapan itu kerap menimbulkan beraneka kecemasan, dari takutnya tidak berhasil mencapai nilai atau lolos di universitas yang diinginkan hingga ketakutan tidak lulus seleksi sama sekali. Cemas adalah hal yang cukup wajar. Tapi jangan sampai merusak konsentrasi, apalagi jika membuat labil saat mendekati atau setelah ujian dilalui.
Ujian yang dihadapi, sejatinya harus diberangi dengan mengingat kesuksesan yang sudah dicapai selama ini. Karena kenangan itu layak untuk membuat kita semakin optimis ‘menembus batas’ yang diharapkan. Sekalipun nanti hasilnya tidak lulus, tapi tetap saja itu adalah keberhasilan.
Karena keberhasilan adalah ragam kemampuan dalam menempuh ujian yang sedang dilalui. Keberhasilan juga dapat dikatakan jenis ‘kemasan’ beberapa kemampuan yang dikumpulkan, bukan jenis paket yang berdiri sendiri. Demikian juga kegagalan. Ia merupakan paket kemampuan yang tak dapat mencapai target yang ditetapkan. Maka, ketika mendapat kegagalan, sungguh tidak tepat jika kita terus dalam kondisi uring-uringan. Karena, ada beberapa kesuksesan yang pernah kita capai dan itu seharusnya tidak kita lupakan.
Benar, kita akan tetap merasakan kesal. Tapi ingat ada beberapa kesuksesan yang seharusnya juga dapat membuat kita tersenyum. Misalnya bagi mereka yang ikut tes masuk perguruan tinggi dan setelah pengumumannya dipublikasikan, ternyata mereka termasuk kategori calon mahasiswa yang tidak lulus. Apakah pantas mereka meluapkan kekesalannya dengan uring-uringan? Apakah layak mengklaim ada ‘permainan orang dalam’ sehingga anda tidak lulus? Sungguh ironi, jika kita selalu suuzzhon saat menyikapi kenyataan yang ada. Selayaknya, kita tetap untuk terus melihat dan menata kembali seperti apa usaha yang kita lakukan saat ujian?
Karena, tak ada api kalau tidak ada kayu. Ya, pribahasa ini cukup tepat kita jadikan langkah yang cepat menyikapi hal yang tidak diinginkan. Bisa jadi, ketatnya persaingan dan banyaknya peminat menjadi salah satu penyebabnya. Mungkin kita merasa usaha kita selama ini sudah cukup. Namun, ternyata kemampuan yang kita miliki belum mencapai nilai rata-rata yang ditetapkan.
Dalam menyikapi peristiwa ini, sudah selayaknya kita merujuk bagaimana semangat Rasulullah Saw. dalam menyebarkan dakwah. Beliau bersaing dengan pembesar Quraisy yang selalu menghalang-halanginya menyebarkan agama Islam. Apakah Rasulullah selalu berhasil? Beragam kegagalan yang dirasakannya. Tapi, Rasulullah tidak pernah mundur setapak pun. Gagalnya mengajak pamannya Abu Thalib salah satu contohnya. Rasulullah tidak pernah uring-uringan menyesalkan tidak dapat mengajak pamannya masuk Islam. Ia tetap merasa sukses karena telah mampu mengajak Khadijah, isterinya memeluk Islam. 13 tahun Rasulullah ditolak dan disakiti saat ia menyebarkan Islam, tapi Rasulullah tetap mengklaimnya sebagai keberhasilan. Karena dengan beberapa kali mengalami kegagalan Rasulullah mampu mengenal karakter-karakter mereka. Sehingga ketika ia hijrah dan menetap di Madinah, beliau berhasil membangun peradaban baru yang luar biasa dan akhirnya dengan sangat mudah ‘menduduki’ Mekkah kembali, karena telah mengenal karakteristik mereka. Setelah memiliki potensi yang maksimal, Rasulullah pun dapat dengan mudah menguasi Mekkah.
Jadi, demikianlah kita menyikapi kegagalan yang dihadapi. Dibalik kegagalan sebenarnya kita sudah menemukan beberapa kesuksesan. Hanya saja, kita lebih sering melihat hasil finish dari start. Padahal, tidak akan dapat mencapai finish kesuksesan tanpa melalui jalur start. Renungkalah ragam kehidupan kita, tidak ada yang mulus terus menerus menikmati kesuksesan. Karena Rasul Allah sendiri kerap menemukan kegagalan. Hanya dengan senantiasa memahami makna yang tersirat di dalam surat al-Mulk: 2, “Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun, ” kita akan dapat menata diri untuk meraih kesuksesan.
Ayat di atas mensinyalir, bahwa kita selalu menemukan kehidupan dan kematian atau menemukan kesuksesan dan kegagalan. Semua itu adalah ujian untuk dapat membedakan siapa amalnya yang paling baik. Jika berhasil mendapatkan kesukesan atau amal yang paling baik, maka itu bukti keperkasaan Allah Swt. Bila gagal, itu merupakan saat untuk kembali mencoba lagi. Bukankah Allah Tuhan yang Maha Pengampun. Karena itu, tidak ada kegagalan jika terus berusaha dan berdoa agar bisa meraih kesuksesan.
Staf Pengajar Di MTs Muallimin UNIVA Medan dan Islamic International Darul Ilmi (IIS DIM) Medan
orang mengartikan kegagaln dengan akhir dari segalanya, padahal setiap orang harusnya berusaha agar tujuannya tercapai, jikalau memang harus menemui kegagalan, yakinlah, suatu saat keseksesan yang akan menyapa