Saya suka menulis. sewaktu kelas 3 SD, saya pernah juara lomba mengarang lomba HUT Warta Kota dan meraih juara harapan 4. tulisan saya pernah dimuat di kompas anak. tapi belakangan ini saya tidak bisa fokus. saya juga ingin bergabung di organisasi kepenulisan, agar bakat saya bisa mendapat dorongan dan motivasi. tolong saya ya! saya ingin aktif menulis lagi.

Pengirim : Emil

——————
Jawaban untuk Emil

—————–

Terima kasih untuk Dik Emil yang sudah mengirim pertanyaan kepada penulislepas.com. Wah, prestasi Dik Emil bagus juga ya waktu SD. Sayang sekali tuh jika tak dipertahankan dan ditingkatkan. Jarang-jarang lho yang sejak kecil sudah mampu menulis. Saya saja baru SMP mulai menyukai dunia tulis-menulis.

Dik Emil, sekadar mengingatkan saja bahwa menulis itu adalah keterampilan. Sehingga dengan sendirinya jelas membutuhkan latihan. Latihan yang rutin. Tentu saja latihan menulis. Nah, karena untuk melatih diri dalam menulis itu butuh waktu, maka harus menyiapkan waktu khusus untuk menulis. Jangan menunggu siap. Jangan menunggu mood. Tapi harus menyiapkan waktu. Selain itu, menulis–atau pekerjaan apapun–jelas membutuhkan motivasi. Bahkan motivasi atau niat dalam menulis ini sepertinya memegang peranan penting. Sebab, jika kita kehilangan motivasi, segalanya akan ikut hilang. Ini berbeda dengan harta. Jika harta yang hilang, masih bisa dicari kembali (tentu asal masih ada motivasi untuk mencarinya). Kesehatan yang hilang, mungkin ada beberapa pekerjaan yang bisa terganggu karena kita sakit, tapi tidak sampai hilang (selama masih menyimpan energi motivasi dan menggunakannya ketika kesehatan kita sudah pulih).

Itu sebabnya, memupuk motivasi itu perlu, khususnya dalam hal ini adalah motivasi menulis dan ingin menjadi penulis. Ada beberapa hal yang bisa memupuk motivasi kita dalam menulis:

  1. Memosisikan bahwa menulis adalah bagian dari ibadah kita. Jika motivasi menulis atau menjadi penulis adalah ibadah, insya Allah akan lebih ajeg dijalani. Dan, kita akan tertantang untuk terus menulis karena jika tidak menulis, berarti kita tidak melaksanakan ibadah. Ibadah untuk menyampaikan informasi tentang kebaikan dan hal-hal bermanfaat lainnya kepada orang lain. Sehingga ketika tidak menulis, ada yang hilang dan kering dalam jiwa kita, yakni kita tidak melakukan ibadah.
  2. Menulis adalah bagian dari perjuangan. Banyak orang berjuang dengan apa yang bisa dan mampu dia lakukan. Sebab, perjuangan tak selalu identik dengan mengangkat senjata. Bisa juga dengan menulis. Kita melawan dengan teks terhadap begitu banyak kedzaliman yang ada di tengah kehidupan kita. Kita melawan dengan teks terhadap begitu banyak kerusakan yang ada di sekitar kita. Menawarkan gagasan lewat untaian kalimat yang mencerahkan dan memberikan solusi jitu. Napoleon Bonaparte, Panglima Perang Perancis yang termasyhur, merasa ngeri kepada pena para penulis ketimbang ribuan bayonet musuh yang terhunus.”Pada mulanya adalah kata.Tapi dia bisa menjadi senjata,” begitu kata Nadine Gordimer. Craig O Harra, salah seorang pengelola penerbitan buku punk AK Press, dalam bukunya yang berjudul Philophies of Punk, menjelaskan bahwa menulis kata berarti membangun masa depan yang produktif, kreatif dan menyenangkan. Theodore Hertzl, pemimpin Zionis, menerbitkan buku pada 1896 dengan judul Der Judenstaat. Buku ini membakar semangat perjuangan dan menjadi inspirasi jutaan orang Yahudi untuk membuat sebuah negara rasis bernama Israel. Soekarno, mantan presiden RI, menulis buku Di Bawah Bendera Revolusi. Ini sangat kental dengan perjuangan. Bahkan as-Syahid Sayyid Qutbh, menulis kitab Tafsir Fii Dzilaalil Qur’an selama dirinya dipenjara oleh rezim Mesir. Para ulama menilai hasil tulisan Sayyid Qutbh ini sarat dengan muatan dakwah dan perjuangan untuk melawan kedzaliman kaum imperialis dan antek-anteknya. Insya Allah, menulis yang didasari karena bagian dari perjuangan akan memberikan tenaga tambahan untuk tetap menggoreskan pena atau mengetuk-ketuk tuts keyboard komputer. Terus menulis dan menulis.
  3. Menciptakan atau membentuk tempat untuk berkreasi dan meningkatkan kemampuan kita dalam menulis. Bisa membuat mading sendiri yang memajang tulisan sendiri. Aktif mengirim tulisan ke mading sekolah yang dikelola OSIS atau Rohis. Bisa juga dengan membuat buletin di komunitas yang kita buat. Misalnya di remaja masjid atau karang taruna dan sejenisnya. Insya Allah dengan adanya tempat untuk mengekspresikan gagasan kita melalui tulisan, motivasi menulis kita akan terus terpelihara.
  4. Bergabung dengan komunitas kepenulisan. Ini juga insya Allah bisa membantu kita mempertahankan dan mungkin meningkatkan motivasi menulis kita. Forum Lingkar Pena misalnya (yang kebetulan diminati sama Dik Emil), insya Allah bisa membantu kita untuk termotivasi menulis. Karena tentunya ada program-program pembinaan dan bimbingan yang akan mengarahkan kita menjadi penulis yang baik. Insya Allah.

Oke Dik Emil, semoga sharing dari saya bisa kembali memberikan pencerahan dan memotivasi Dik Emil untuk tetap menulis. Tapi jangan lupa, karena menulis adalah keterampilan, maka harus dilatih dan senantiasa dilatih dengan cara menulis. Bahkan menulis adalah sarana untuk menguatkan pemahaman yang kita baca dan dengar. Imam Ali bin Abi Thalib pernah mengatakan: “Ikatlah ilmu dengan menuliskannya”. Itu sebabnya, dengan menulis kita mendapat banyak ilmu yang bisa disampaikan lagi kepada orang lain.

Oya, sekadar saran saja, jangan sampai motivasi menulis kita hanya karena ingin mendapat popularitas atau materi belaka. Sebab, itu semua akan melemahkan motivasi kita dalam menulis, ketika dua hal itu sudah kita dapatkan. Itu sebabnya, motivasi kita tetap ibadah dan perjuangan. Kalau pun kemudian menjadi terkenal dan mendapat imbalan materi, itu adalah berkah dari kegigihan kita menghasilkan karya yang terbaik. Syukur sekali juga kemudian para pembaca kita tercerahkan dan mendapat ilmu dari apa yang kita tulis. Insya Allah banyak manfaatnya. Wallahu’alam.[]

Salam,

O. Solihin

1 thought on “Cara Memupuk Motivasi Menulis

  1. Betul, bung Solihin. Saya rasa menulis adalah jihad intelektual untuk mencerahkan umat yang sebagian besar masih dilanda keterkebelankangan. Jihad tidak harus melalui senjata tetapi melalui tinta. Bukankah dalam sebuah hadis Rasulullah pernah bersabda, “Kelak di hari kiamat nanti, tinta para ulama akan ditimbang dengan darah para syuhada.”
    Sukses, buat Bung Solihin.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *