Salah satu kaidah dalam penulisan berita dan jurnalisme pada umumnya adalah menghindari stereotype atau generalisasi gampangan akibat pengambilan kesimpulan yang tergesa-gesa.
Membuat stereotype memang memudahkan. Dalam kehidupan nyata sehari-hari, kita cenderung membuat klasifikasi, tipologi atau pengelompokan orang untuk menjelaskan perilakunya. Kemudahan itu sering menggoda kita untuk menggampangkan masalah.
Pejabat pasti korup.
Tentara pasti brutal dan suka kekerasan.
Orang Tionghoa dan Arab pasti pelit.
Orang Solo pasti lembut dan sopan.
Ustad dan pendeta pasti bijaksana.
Orang Islam yang memelihara jenggot dan berbaju koko pastilah alim, atau sebaliknya, radikal dan fundamentalis.
Klasifikasi atau tipologi seperti itu memudahkan kita untuk memahami fenomena yang rumit. Sampai derajat tertentu tipologi diperlukan, bahkan ilmu sosial dan psikologipun bertumpu padanya untuk menjelaskan fenomena yang ada di masyarakat.
Tapi, ini juga mengandung jebakan. Stereotype bisa kental mengandung prasangka rasial, etnis, agama dan profesi. Kecenderungan seperti ini bisa menyesatkan atau memandu pembaca ke arah kesimpulan yang keliru; khususnya dalam berita-berita kriminal.
Stereotype bisa dihindari dengan beberapa cara. Yang pertama, wartawan sebaiknya menulis hal faktual secara spesifik; makin spesifik makin bagus untuk mencegah pembaca secara gampangan membuat generalisasi.
Hal kedua adalah memberi konteks yang benar dan cukup komprehensif ketika meliput sebuah kejadian.
Di bawah ini, ada contoh benar bagaimana berita kriminal disajikan. Penulisnya menyajikan motif, konteks atau latarbelakang, sedemikian sehingga pembaca sulit untuk tergesa-gesa menyimpulkan sebuah stereotype yang lazim bahwa “seorang anak yang membunuh bapaknya pastilah anak durhaka”.
Tindakan membunuh tentu saja tidak bisa dibenarkan. Tapi, ada situasi tertentu di mana kita bisa memahami kenapa sebuah kejahatan terjadi dan menarik pelajaran darinya.
Dua berita di bawah berkaitan satu-sama lain: seorang anak yang mengaku membunuh bapaknya dengan motif sang ayah suka memukuli dan (diduga) menggauli empat anak perempuannya.
Anak Bunuh Ayah Kandung Akibat Sering Dipukuli
Samarinda (ANTARA News | 04/09/08)- Polisi Banjarmasin berhasil mengungkap mayat misterius yang ditemukan di semak-semak di Jalan Wahid Hasyim, sekitar 100 meter dari Stadion Madya Sempaja, Samarinda, Kalimantan Timur.
Mayat yang ditemukan dengan sedikitnya 15 luka tikam pada tubuhnya ini beridentitas Maryanto (63). Polisi menyangka anak kandung Maryanto yang bernama Yulianto (21) sebagai pelaku penikaman maut itu.
“Ini terungkap dari hasil otopsi yang RSUD Sjahranie Samarinda yang menyebutkan mayat yang awalnya diduga meninggal karena terjatuh itu ternyata tewas oleh luka tusukan senjata tajam,”ungkap Kasat Reskrim Poltabes Samarinda, Komisaris Ahmad Yusef Gunawan kepada wartawan di Samarinda, Kamis dinihari.
Polisi kemudian mengembangkan penyidikan dan berhasil mengungkap pelaku pembunuhan sadis ini.
“Beberapa saksi mengaku, hubungan korban dengan pelaku yang masih sedarah itu tidak harmonis. Dari situlah, kami mencurigai pelaku pembunuhan adalah Yulianto, anak kandung korban sendiri,” kata Ahmad Yusep Gunawan.
Yulianto yang adalah anak dari isteri keempat Maryanto itu lalu diringkus di rumahnya di Jalan Wahid Hasyim, tak jauh dari mayat bapaknya ditemukan.
“Padahal, saat jasad korban ditemukan, pelaku sempat datang ke TKP (Tempat Kejadian Perkara) namun dia mengaku tidak mengenali jasad itu,” ungkap Kasat Reskrim.
Polisi juga menemukan keris yang digunakan pelaku untuk membunuh korban.
“Pelaku mengaku membunuh ayahnya sendiri akibat kesal sering dipukuli,” katanya.
Selain memeriksa tetangga Yulianto sebagai saksi, polisi juga meminta keterangan dari empat saudara tiri tersangka yang diduga mengetahui motif pembunuhan tersebut.
“Tersangka kami jerat pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dengan ancaman hukuman minimal 20 tahun penjara maksimal seumur hidup,” tegas Kasat Reskrim Poltabes Samarinda. (*)
Maryanto Diduga Gauli Empat Anaknya
Samarinda (ANTARA | 04/09/08)- Pelaku pembunuhan anak terhadap bapaknya, Yulianto, mengaku pembunuhan dilakukan karena ia disakiti ayahnya, sementara sejumlah sumber menduga pembunuhan dilatarbelakangi prilaku seksual sang ayah terhadap empat saudara perempuan Yulianto.
Dari pengamatan Antara, empat saudara perempuan tiri Yulianto yang juga anak kandung Maryanto, terlihat histeris melihat tersangka diperiksa polisi, Kamis.
“Berapa tahun hukuman yang akan dijalani adik saya pak,” tanya salah seorang kakak tiri Yulianto kepada seorang penyidik Polsekta Samarinda Utara.
Sementara, Yulianto yang buruh bangunan berusia 21 tahun, terlihat sedih menyaksikan keempat saudara tirinya histeris.
“Saya terpaksa membunuh bapak, karena tidak tahan terus disiksa,” aku Yulianto kepada penyidik.
Sumber ANTARA di kepolisian menyebutkan, pembunuhan sadis yang dilakukan Yulianto diduga karena ulah Maryanto yang menggauli keempat anak kandungnya yang juga saudara tiri Yulianto.
Bahkan, salah seorang anak Maryanto, telah melahirkan empat orang anak yang diduga hasil hubungan anak dan bapak itu.
Yulianto sendiri adalah anak kandung dari istri keempat korban, sementara keempat wanita yang menjenguknya adalah anak kandung Maryanto dari para isteri korban terdahulu.
“Keempat saudara tiri tersangka terlihat lebih sedih saat melihat Yulianto ditangkap (ketimbang melihat ayahnya sudah meninggal),” ungkap Kapolsekta Samarinda Utara Ajun Komisaris Andreas Susanto Nugroho.
Kapolsekta Samarinda Utara mengaku belum bisa motif pembunuhan yang sebenarnya memastikannya.
Keempat saudara tiri Yulianto sendiri terus menutup diri saat dimintai keterangan soal pembunuhan ayah mereka.
“Kami tidak tahu, bapak memang sering memukuli Yulianto,” kata seorang di antara mereka.
Kasus pembunuhan itu terungkap pada Rabu pagi saat warga di jalan Wahid Hasyim menemukan sesosok mayat tanpa identitas di semak-semak, sekitar 100 meter dari Stadion Madya Sempaja Samarinda, Kaltim. (*) [Source: PENA]